Edisi Cetak

Pelangi untuk Bidadari

SORE nan sejuk di sebuah kampus di Kota Banjarbaru. Hawa lembut memasuki relung hati seorang mahasiswi yang lagi duduk santai di sebuah gazebo

Editor: Sudi
BANJARMASIN POST GROUP/DENNY
Ilustrasi 

Oleh: Rizkina Yulianti

SORE nan sejuk di sebuah kampus di Kota Banjarbaru. Hawa lembut memasuki relung hati seorang mahasiswi yang lagi duduk santai di sebuah gazebo halaman kampus.

Rumput-rumput hijau indah bergoyang mengikuti irama angin, melemparkan tetesan air dari daun hijaunya. Kota Banjarbaru baru saja disapa hujan, memantul bias-bias warna-warni cantik di langitnya. Pelangi, indah nian dipandang mata, menenteramkan jiwa, membuat hati tak lepas mengucapkan pujian kepada-Nya yang menciptakan fenomena alam yang indah itu.

Syafa, nama seorang mahasiswi yang lagi duduk di sebuah gazebo, bersantai sebentar melepas kejenuhan belajar, merelaksasikan otot-otot dan otak yang seharian dikuras untuk mengikuti perkuliahan.

Selain bersantai, ternyata Syafa menunggu waktu untuk menghadiri acara di suatu organisasi Islam kampus, menurut jarkom acaranya dimulai ba’da Salat Ashar.

Syafa yang menikmati keindahan pelangi. Tiba-tiba saja matanya seperti dikendalikan oleh magnet ditarik menyusuri goresan warna-warni di langit dan terlihat berujung di atas salah satu gedung di kampusnya.

Gedung yang dipakai untuk kegiatan organisasi, di depannya terlihat seorang lelaki yang lagi berbincang dengan teman-teman organisasinya, sepertinya baru selesai mengadakan rapat. Lelaki itu adalah ketua BEM di kampus ini, lelaki itu merupakan pelangi di hati Syafa.

Hanya beberapa detik dapat memandangi pelangi. Sebuah motor melongos begitu saja di hadapan Syafa. Motor yang dikendarai oleh Taqim, sang ketua BEM. Bersama seorang perempuan yang tertengger bangga di belakangnya.

apa yang terjadi, hati Syafa berubah muram, sangat kontra sekali dengan suasana indah di sore ini. Refleks hatinya berdoa agar Allah memberikan hidayah kepada Sang Pelangi agar terbuka hatinya dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam yang merupakan agamanya sendiri. Termasuk menjauhi hal-hal yang mendekatkan diri untuk berbuat zina.

Adzan Ashar mengagetkan Syafa. Mengembalikannya dari alam khayalan ke alam nyata. Spontan dia langsung mengucapkan Istigfar, Ya Allah perasaan apa ini sebenarnya?

***

Tak henti-hentinya muka itu memerah dan berkali-kali mengucapkan istigfar di hatinya. Muka seorang lelaki yang duduk di kursi peserta suatu acara pengajian yang diadakan organisasi Islam kampus.

Lelaki itu sengaja diundang organisasi karena jabatannya sebagai ketua BEM, memberi sambutan dan mendapat kehormatan untuk membuka acara tersebut.

Setelah menyampaikan sambutan, Taqim berniat ingin mengikuti acara tersebut sampai selesai. Hatinya yang gersang rindu akan sentuhan ilmu agama. Ya Allah, sudah berapa lama hati ini dibiarkan kering keronta tak berjiwa. Salat hanya sebagai rutinitas. Asal salat, tapi maksiat tetap dilakukan.

Acara ini membahas tentang bagaimana Islam mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan. Pastinya tentang pacaranpun dibahas. Hal inilah yang membuat muka Taqim berkali-kali memerah malu, mengena sekali di hatinya.

Sedangkan di kursi belakang yang terdinding oleh kain pembatas, hati seorang perempuan kembali berdoa untuk pelanginya. “Ya Allah semoga dengan acara ini hatinya bisa terbuka oleh hidayahMu.”

***

Pulang dari acara pengajian, hati Taqim pun galau. Setelah Salat Isya dia merenung di atas sejadahnya. Sebenarnya dia sudah sering mendengar hukum agama tentang pacaran. Tentang tidak boleh mendekati zina, tidak boleh berdua-duaan, tidak boleh yang bukan mahram bersentuhan. Tetapi ada hadis Rasulullah yang baru dia dengar dari pembicara yang sangat menusuk perih di hatinya.

“Wahai kaum muslimin! Takutlah kamu akan akibat berbuat zina, sebab disitu ada enamperkara. Yang tiga (diberikan) di dunia, dan yang tiga (lagi diberikan) di akhirat. Adapun yang tiga di dunia itu ialah hilangnya sinar wajah, pendeknya (berkurangnya) umur, dan terus-menerus dalam kefakiran (menyempitkan rezeki). Sedang tiga perkara di akhirat itu ialah mendapat kemurkaan Allah, siksaan yang pedih, dan azab neraka.” (H.R. Baihaqi).

Yang membuat hati Taqim galau karena memikirkan cara yang terbaik untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya. Cara agar hati wanita itu tidak merasa tersakiti.

Taqim tertidur di atas sejadahnya dan terbangun di sepertiga malam. Dia bergegas berwudu dan melaksanakan salat malam dan berdoa memohon petunjuk.

Besok paginya, muka semringah menghiasi wajah Taqim, berpadu dengan wajahnya yang memang dianugrahi keindahan yang diciptakan Sang Pencipta, dua lesung pipi yang terukir selalu menghiasi saat dia tersenyum, membuat orang tak jemu memandangnya.

Hatinya mantap melangkahkan kaki ke kampus. Setelah perkuliahan selesai, itulah saatnya dia ingin mengungkapkan kepada pacarnya bahwa hubungan tidak halalnya ini harus diakhiri, yang pastinya dengan alasan yang sebenarnya.

Taqim berpikir apabila wanita yang menjadi pacarnya selama ini memang baik, mengerti agama dan taat kepada Allah, maka dia akan mudah menerima keputusan ini, wanita itu tak akan sakit hati tetapi ikut memperbaiki diri, karena sama-sama berprinsip sesuai janji Allah, wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang baik.

Tapi dugaan Taqim salah. Walaupun sudah dijelaskan bahwa hubungan tidak halal ini harus diakhiri karena sangat dibenci Allah. Taqim juga meminta agar perempuan itu memperbaiki diri, nanti kalau dia sudah siap untuk merajut hubungan yang halal, dia akan datang untuk melamarnya, wanita itu tetap tak terima diputusi.

Dia meraung menangis. Dan beberapa hari setelah kejadian tersebut, mantan pacar Taqim itu terlihat sudah menjalin hubungan dengan lelaki lain.

Tak ada sakit hati yang dirasakan Taqim, dia malah bersyukur ditunjukkan oleh Allah bahwa perempuan yang selama ini dicintainya bukan yang terbaik untuknya. Jadilah sekarang hari-hari Taqim dihiasi dengan ibadah mendekatkan diri kepada Allah.

Sering ikut acara pengajian yang diadakan organisasi Islam kampusnya, salat berjemaah di masjid, memperbanyak salat sunnah. Dan juga sering membaca, memahami, mencoba mengamalkan dan menghafal Alquran.

Sedangkan keadaan hati yang lain, hati seorang Syafa merasa bahagia melihat perubahan pada Sang Pelanginya. “Alhamdulillah, Ya Allah, engkau telah memberikan hidayah itu kepadanya.”

Bagaimana dengan perasaannya? Syafa mencoba untuk menyimpan rapat-rapat dalam hatinya. Hanya dia dan Allah saja yang mengetahui perasaan ini. Syafa berpikir kalau Sang Pelangi memang jodohnya, maka suatu saat nanti dia akan datang untuk melamar Syafa. Tak usah dibesar-besarkan perasaan ini, yang penting sekarang saling memperbaiki diri.

***

“Nak, acaranya sudah dimulai,” teguran Ibu mengagetkan Syafa yang duduk termenung di dalam kamar dengan balutan indah baju pengantin cantik bagaikan bidadari suci.

Rekaman kenangan-kenangan masa lalu sejenak terhenti. Hati Syafa sekarang benar-benar gemetar mendengarkan seorang laki-laki lagi mengucapkan ijab qabul pernikahan. Dalam ijab qabul itu indah bergaung terucap namanya.

Siapa gerangan laki-laki itu? Dialah laki-laki beruntung, laki-laki yang pernah menjadi pelangi di hati Syafa. Pelangi yang sekarang tidak hanya bisa dipandangi, tetapi dapat tergapai oleh tangan. Bersama merajut mimpi, berjalan saling menopang untuk meraih surga-Nya. (*)

Sumber: Serambi Ummah
Tags
Cerpen
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

Belajar Pada Malaikat

 

Guru Ngaji

 

Kekasih Kedua

 

Pohon Kariwaya

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved