Bencana yang Ditimbulkan Lidah, Bicara Tanpa Pahala
Waktu atau usia adalah modal untuk melakukan amal shalih. Orang yang mengerti hakikat ini, maka dia tidak akan menggunakannya
Mengingkari kemungkaran dan menjelaskan kebenaran merupakan kewajiban seorang Muslim. Jika penjelasan itu diterima, itulah yang dikehendaki. Namun jika ditolak, maka hendaklah dia meninggalkan perdebatan. Ini dalam masalah agama, apalagi dalam urusan dunia, maka tidak ada alasan untuk berdebat.
3. Banyak berbicara, suka mengganggu dan sombong
Laporkan iklan?
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk orang yang paling kucintai di antara kamu dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya di antara kamu. Dan sesungguhnya orang yang paling kubenci di antara kamu dan paling jauh tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah ats-tsartsârûn, al-mutasyaddiqûn, dan al-mutafaihiqûn. Para sahabat berkata, “Wahai Rsulullah, kami telah mengetahui al-tsartsârûn dan al-mutasyaddiqûn, tetapi apakah al-mutafaihiqûn?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang sombong,” (HR. Tirmidzi).
Imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Ats-Tsartsâr adalah orang yang banyak bicara, sedangkan al-mutasyaddiq adalah orang yang biasa mengganggu orang lain dengan perkataan dan berbicara jorok kepada mereka.”
Hal ini tidak termasuk pada perkataan sindiran untuk memberi peringatan, asal tidak berlebihan. Karena tujuannya adalah untuk membangkitkan hati dan menggerakkannya menuju kebaikan.
4. Mengucapkan perkataan keji, jorok, celaan, dan semacamnya
Mengucapkan perkataan keji, jorok, celaan, dan semacamnya adalah perbuatan tercela dan terlarang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan orang yang keji (buruk akhlaknya), dan bukan orang yang jorok omongannya,” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Perkataan keji dan jorok adalah mengungkapkan perkara-perkara yang dianggap keji (tabu) dengan kata-kata gamblang. Misalnya adalah perkataan yang tidak sopan, perkataan yang dapat menggugah syahwat dan semacamnya.
5. Berlebihan dalam bercanda
Yaitu semua waktunya digunakan untuk bercanda dan membuat orang tertawa. Sesungguhnya banyak canda akan menjatuhkan wibawa, menyebabkan dendam dan permusuhan, serta mematikan hati. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu memperbanyak tawa, karena sesungguhnya banyak tertawa itu akan mematikan hati,” (HR. Ibnu Mâjah).
Apalagi jika banyak bercanda ini ditambahi dusta, maka jelas akan lebih berbahaya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan dengan sabda beliau, “Kecelakaan bagi orang yang menceritakan suatu, lalu dia berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya! Kecelakaan baginya!” (HR. Tirmidzi dan Abu Dâwud).
Bercanda boleh saja jika dilakukan kadang-kadang dan dengan perkataan yang benar, sebagaimana canda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka hal itu tidak mengapa. Bahkan, sebagian ulama menyatakan bahwa canda dalam perkataan benar itu seperti garam dalam makanan.
6. Membicarakan suatu yang bathil
Maksudnya adalah menceritakan perbuatan-perbuatan maksiatnya, seperti berbangga dengan perbuatan bermabuk-mabukan atau kemungkaran yang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku mu’âfan (akan diampuni dosanya; atau tidak boleh dighibah) kecuali orang-orang yang melakukan dosa dengan terang-terangan. Dan termasuk melakukan dosa dengan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu perbuatan buruk pada malam hari, kemudian di waktu pagi dia mengatakan, ‘Hai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan ini.’ Padahal di waktu malam Allah Azza wa Jalla telah menutupi perbuatan buruknya, namun di waktu pagi dia membongkar tutupan Allah,” (HR. Bukhâri dan Muslim).
Oleh karena itulah, barangsiapa yang telah bertaubat dari perbuatan dosa, hendaklah dia menutupi aib dirinya, tidak perlu bercerita kepada orang lain.