Membentuk Ismail

dikaruniai anak berupa Ismail dalam usia 99 tahun. Dalam masa penantian yang demikian panjang, beliau tidak lelah berdoa kepada Allah

Editor: Halmien

SERAMBI UMMAH.COM - Di antara keberkahan yang dimiliki seorang muslim adalah berkah dalam hal keturunan. Yakni lahirnya anak yang shaleh dan shalehah, kuat fisiknya, tinggi ilmunya, baik amalnya. Di antara potret anak yang shaleh adalah Nabi Ismail As. Pertanyaannya, bagaimana figur seperti Ismail dibentuk?

Pertama, Doa Orangtua

Nabi Ibrahim As dikaruniai anak berupa Ismail dalam usia 99 tahun. Dalam masa penantian yang demikian panjang, beliau tidak lelah berdoa kepada Allah. Demikian pula setelah punya anak, beliau tetap mendoakan anak keturunannya. Di antaranya yakni “Robbi hablii minas shalihiin”. Doa yang lainnya yaitu “Robbij ‘alni muqiimash sholaat wa min dzurriyatii”. Dan doanya yang paling spektakuler untuk anak keturunannya adalah “Robbanaa wab‘ats fiihim rasuulan minhum yatluu ‘alaihim aayaatika wa yu‘allimuhumul kitaaba wal hikmah wa yuzakkiihim”.

Agar kita bisa memiliki anak seperti Isma‘il, maka kita harus banyak berdoa kepada Allah. Mendoakan banyak kebaikan untuk anak baik dalam perkara dunia maupun agama. Bisa jadi kita sering mendoktrin anak agar mendoakan orangtuanya, terutama setelah wafat kelak. Tapi kita malah kurang memberikan porsi doa buat anak. Padahal kata sebagian orang, doa orang tua kepada anaknya sama kualitasnya dengan doa nabi kepada umatnya. Artinya, doanya diijabahi, maqbul, manjur dan cespleng.

Kedua, Lingkungan Yang Baik

Sejak bayi, Nabi Ibrahim As membawa anaknya (dan istrinya) ke lembah yang tak berpenghuni, tidak ada rumah dan pepohonan, tdk ada sumber air, tanpa pembantu. Kondisinya benar-benar ekstrem. Bukan mau ditelantarkan, tapi untuk didekatkan kepada Allah (‘inda baitikal muharram) dan menjadi pribadi yang mendirikan sholat.

Kita mesti mencari lingkungan yang baik agar anak bisa tumbuh dengan normal. Seperti Nabi Muhammad yang dibawa suku Badui saat masih anak-anak, yang kualitas udara di lingkungannya masih segar alami dan bahasanya fasih. Seperti Werkudara yang membawa anaknya (Gatotkaca) untuk dimasukkan ke kawah Candra Dimuka agar kelak menjadi satria yang sakti mandraguna.

Secara umum, lingkungan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang dan karakter anak – anak. Mengikuti jejak Nabi Ibrahim, mari kita besarkan anak dilingkungan yang dekat dengan masjid, musholla, pondok pesantren dan lainnya. Ingkungan yang buruk pasti berefek negatif, kecuali jika dijaga oleh Allah. Sebagaimana Nabi Musa As, yang diasuh oleh fir‘aun sejak bayi diistananya, tapi tetap terjaga dr sifat tercela.

Ketiga, Pendidik Yang Tawakal

Nabi Ismail tumbuh dalam didikan seorang Hajar. Beliau bukan perempuan biasa. Meski ditinggal tanpa bekal dan pengawal, beliau tetap berhusnudzon kepada Allah. Tingkat ketawakalannya sangat tinggi. Dan Allah sudah berjanji “Wa man yatawakkal ‘alalloh, fahuwa hasbuh”. Allah pun memenuhi janji-Nya, yakni dikirimkan malaikat dan memukul bumi dengan sayapnya, lalu keluarlah air zam-zam. Datanglah suku jurhum yang mau mengurusi keperluan Hajar dan Ismail asal bisa ikut mengakses sumur zam – zam. Dan seterusnya.

Yang bertanggung jawab mendidik anak sebenarnya ayah. Berhubung seorang ayah sibuk mencari nafkah, akhirnya tanggung jawab itu sering berpindah ke pundak ibu. Karena itu, berhati-hatilah saat kita mau memilih istri. Dicek bibit, bobot dan bebetnya dengan benar. Karena istri bukan hanya pendamping hidup kita, tapi juga akan jadi ibu (pendidik) atas anak-anak kita. Sekolahkan anak kita ditempat yang baik dan islami. Agar mereka bisa belajar ilmu dan akhlak sekaligus.

Keempat, Ajak Diskusi

Saat mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail, Nabi Ibrahim melakukan musyawarah dengan anaknya. Dan jawaban Ismail sungguh menakjubkan “Ya abatif‘al maa tu‘maru. Satajidunii insya allohu minash shabirin”. Dia mampu menjawab perkara yang berat ini dengan mantap, padahal usianya baru 13 tahun. Adakah anak usia lulus SD bisa memberikan jawaban seperti itu di masa sekarang?

Diskusi dengan anak itu penting, agar kita bisa mendeteksi sejauh mana keberhasilan dari pendidikan yang telah diterimanya. Atau bisa pula anak kita menganalisis suatu masalah berdasarkan konsep keilmuan terbaru yang dia dapatkan di sekolah atau bangku kuliah. Karena itu, seringlah diskusi, rembugan, musyawarah dan tukar pikiran dengan anak. Karena itu adalah metode pendewasaan yang efektif bagi anak.

Khatimah

Ada beberapa model pembinaan terhadap anak yang ditawarkan dalam Al Qur‘an. Sebelum kita belajar teori parenting kesana kemari, pastikan kita sudah memahami pola pendidikan anak yang termaktub dalam Al Qur‘an. Diantaranya adalah pendidikan model Ismail. Selamat mencoba. (ipc)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

Rahasia Menjadi Suami Idaman

 

Jangan Takut Punya Banyak Anak!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved