Keyakinan yang Menepis Segala Keraguan

Kajian tentang manusia dan tuhan mungkin terus berlanjut hingga berakhirnya kehidupan dunia

Editor: Halmien

SERAMBI UMMAH.COM - PERJALANAN manusia mencari tuhan telah dimulai sejak manusia itu ada, sama lamanya dengan pencarian jati diri manusia itu sendiri.

Kajian tentang manusia dan tuhan mungkin terus berlanjut hingga berakhirnya kehidupan dunia. Persepsi tentang tuhan yang dihadirkan pun bermacam-macam. Tengoklah misalnya pendapat sarjana barat Karen Armstrong, penulis buku Sejarah Tuhan, yang menyebut tuhan sebagai figur kabur yang hanya bisa diidentifikasi dengan abstraksi intelektual.

Ulama pun banyak sekali membahas tentang masalah ini. Mulai dari tulisan mereka yang menyangkal syubhat Tauhid hingga kaidah-kaidah yang dijadikan landasan dalam memahami Tuhan.

Lalu pertanyaannya, apa sebenarnya yang menjadi sebab sehingga pembahasan ini seperti tak kunjung usai? Mari kita bahas sedikit di sini.

Keberadaan manusia, alam, dan seisinya mengusik akal untuk mengetahui siapa pencipta. Manusia ingin menemukan gerangan siapa desainer di balik keberadaan-Nya. Akal manusia yang pada dasarnya limited terus berusaha mengungkapkannya dalam kata dan menjelaskannya dengan segala hal yang dapat dirasakan dan dilihat inderawi.

Manusia-manusia yang mengedepankan logika berusaha mememukan tuhan yang ghaib dan memaksa melakukan interpretasi ilmiah agar tuhan bisa dibuktikan keberadaannya secara kasat mata (konkrit). Usaha-usaha imanensi tanpa keyakinan Tauhid terhadap hal ihwal transenden pun pada akhirnya tak menyimpulkan apa-apa selain kebingungan.

Pembahasan ini makin meruncing saat manusia berkubang dalam lumpur kejahiliaan, keadaan di mana manusia menolak petunjuk dari Allah. Penolakan itu karena hawa nafsu menjadi lentera utama yang diletakkan di depan menjadi penuntun mereka menelusuri jalan kehidupan ini.

Keesaan Allah diingkari karena menurut mereka akal dan logika tidak menjumpai tuhan secara konkrit. Pada tingkatan yang parah, kita menyaksikan dan membaca betapa banyak pernyataan yang mereka ucapkan tentang keingkaran mereka, misalnya; “Tuhan telah Membusuk, “Menggugat keberadaan Tuhan”, “Tuhan telah mati”, dan lain sebagainya.

Inilah keadaan jahiliyah yang lebih parah dari kejahiliaan yang ada pada kaum badui sebelum kedatangan Muhammad Rosulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Mengapa demkian? Karena kaum yang hidup di zaman nabi adalah umat yang tak mengenal ilmu, sedangkan sekarang ilmu pengetahuan dapat dengan mudah didapatkan.

Ilmu yang seharusnya menjadi alat mendekatkan diri kepada Allah yang transenden, malah mereka jadikan barometer ada atau tidak adanya Allah. Ma’adzallah!

Inilah kesalahan terbesar akal, yang saat ini dijadikan barometer segala hal oleh manusia. Lupa akan hakikat diri bahwa ia ada karena ada Dzat yang membuatnya ada. Hawa nafsulah yang mengusai hati dan jiwa manusia membutakan fitrah yang mereka miliki.

Keangkuhan intelektual telah menulikan telinga dan menumpulkan hati nurani manusia hingga mereka tak dapat menyaksikan kebenaran sebagaimana Allah firmankan dalam QS. Al-Jatsiyah:

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Maka apakah kamu memperhatikan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilah / sesembahan, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya, maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat, apakah kamu tidak mengambil pelajaran?.” QS. Al-Jatsiyah:[45]: 23]

Kemampuan akal manusia yang limited tidak akan bisa menjangkau eksistensi Allah Ta’ala sebagai Dzat yang tidak terbatas (unlimited). Tafsir liar tentang tuhan yang keluar dari akal manusia yang terbatas kemampuannya itu adalah suatu keharaman dalam agama.

Halaman
123
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ibu Mencintaimu Karena Allah Nak

 

“Sujud, Sujud, di Puncak Gunung”

 

Ketika Allah Jatuh Cinta

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved