Keyakinan yang Menepis Segala Keraguan

Kajian tentang manusia dan tuhan mungkin terus berlanjut hingga berakhirnya kehidupan dunia

Editor: Halmien

Rasulullah Shollallahu alaihi wa sallam bersabda memperingatkan sebagaimana termaktub dalam Mu’jam Ath-Thobari dari sahabat Ibnu Umar Radhiyallaahu anhu:

“Berfikirlah kalian akan tanda-tanda kekuasaan Allah, dan janganlah berfikir tentang Dzat Allah“.

Segala cara yang ditempuh untuk menghadirkan Allah secara konkrit tak akan membuahkan hasil. Sebab, kemampuan akal manusia terbatas. Dan, mengerahkan segala usaha untuk hal ini akan membawa pada kebinasaan manusia.

Abu Ja’far Athohawi dalam Al-Aqidah Athohawiyah mengatakan, “Allah itu tak akan mampu digapai oleh khayal, tak akan sampai akal memikirkan dan tak akan pernah meyerupai makhluk-Nya.“

Dalam literatur klasik Islam telah dijelaskan bahwa untuk mengetahui tentang sesuatu langkahnya adalah kita harus menyaksikannya secara langsung tetapi ini tidak mungkin dilakukan pada Allah sebagai Dzat transenden. Dalam surah Al An’am: 103 Allah berfirman:

لاَّ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“(Allah ) tak dapat ditembus penglihatan dan Dialah yang dapat menembus segala penglihatan.”

Sehingga, mengukur, mengqiyaskan, atau menyerupakan Allah dalam figur konkrit adalah sesuatu yang terlarang. Ini pun mustahil bagi Allah karena Allah tidaklah menyerupai apapun. Ini sebagaimana firman-Nya dalam surah Asysyura ayat 11: “Tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya , dan Dialah Maha Mendengar Maha Mengetahui“.

Konsep mengenal Tuhan adalah menghukumi sesuatu dan mengetahuinya dari jejak yang terlihat dan dapat disentuh. Seperti inilah mengenal Allah, tak perlu melihat Dzat-Nya, cukup tanda-tanda keberadaan-Nya yang dapat dilihat pada diri manusia sendiri, alam semesta dan jagad raya.

Demikianlah perintah Allah kepada manusia agar memahami dzatnya yang mulia. “Tidakkah mereka merenungkan apa yang ada pada diri mereka (Ar Ruum:8).

“Tidakkah mereka memperhatikan apa yang ada pada kerajaan langit dan bumi.” (Al ‘Araf:185).

Akhirnya, tak sepatutnyalah manusia menafikan keberadaan Allah karena Allah tak dapat ditembus panca indera. Bukankah keberadaan siang hari tetap ada walaupun mata kelelawar tak dapat menembusnya.

Begitulah keberadaan Allah. Dia ada tapi hati manusia yang tertutup dengan dinding kesombongan yang tak patut ada, menghalanginya dari melihat Allah.

Ibnu Athoillah dalam Al-Hikam memberi hikmah :

كَيْفَ يَتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبُهُ شَيْءٌ وَهُوَ الَّذِي أَظْهَرَ كُلَّ شَيْءٍ

Halaman
123
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ibu Mencintaimu Karena Allah Nak

 

“Sujud, Sujud, di Puncak Gunung”

 

Ketika Allah Jatuh Cinta

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved